Rabu, 03 September 2014
Dalam Doa kusebut Namamu
Rasanya tak adil apabila aku tak menyebutkan salah satu bagian terpenting untuk hidupku.
Sekalipun terasa menyesakkan, namun mencoba tetap tersenyum.
Pantas saja air mata berderai kala nama itu terucap.
Aku terisak.
Aku hanya meminta pada Tuhan agar Ia melindungi dalam setiap langkahmu.
Sama seperti Ia melindungiku, dan melimpahiku dengan kebahagiaan dalam setiap kesusahan.
Aku meminta pada Tuhan untuk memberikan hebat yang hanya dari padaNya saja
dan bukan karena kekuatanmu sendiri.
Karena aku tau apa yang kau bisa dan kau dapat sekarang hanya karenaNya.
Maka dari itu, aku menitipkanmu padaNya.
Aku percaya Dia akan selalu mendekapmu saat kamu merasa tak mampu.
Aku percaya Dia akan menopangmu dan tak membiarkanmu terjatuh sedikitpun.
Aku percaya Dia akan selalu merengkuhmu.
Aku percaya Dia akan menjagamu melebihi yang kau bisa untuk menjaga diri.
Aku percayakanmu padaNya.
Dan aku berbahagia untuk itu.
Semoga Tuhan memberikan ikhlas yang berkelimpahan untukku.
Dan semakin mengajarkanku banyak hal dalam proses yang sudah ditentukanNya.
Senin, 04 Agustus 2014
Jangan Menangis, Ibu.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan menangis, ibu. Jangan.
Jangan.
Karena aku akan ikut menangis.
Karena aku tak kuasa mendengar isak tangismu.
Karena aku tak cukup kuat untuk merengkuhmu dengan tanganku.
Karena aku... Menjadi berkali-kali lipat lebih sakit karena itu.
Ibu. Aku mohon. Jangan menangis karena ulahku.
Menangislah karena bahagiamu.
Tertanda,
Anakmu yg mengaku menyayangimu
Namun lebih banyak menyakitimu.
Senin, 09 Desember 2013
Cinta dalam Filosofi Kopi
Manisnya ku rasa setara dengan pahitnya..
Seperti kopi yang meskipun kamu tambahkan lagi dan lagi gula, tak pernah bisa menyembunyikan rasa pahit di dalamnya.
Ya, aku rasa begitulah cinta dan kopi punya persamaan..
Mungkin aku bisa menyebut cinta itu seperti filosofi kopi.
Kamu bisa temukan manis dalam khas pahitnya yang tetap dicari, atau sebaliknya kamu bisa merasakan pahit dalam manisnya. Terserah bagaimana kamu akan mendeskripsikannya.
Kenapa aku bisa bilang seperti itu?
Ya... Seperti hidup yang tak akan ada artinya jika terasa baik-baik saja, begitu pula dengan cinta.
Hahaha semacam ahli cinta saja aku berbicara, padahal aku sama sekali tidak ahli di dalamnya.
Aku hanya pernah tau dan mengalami bagaimana rasanya.
Dalam tawamu, pasti kamu pernah menangis..
Setiap inci kenangan, baik yang membuat bibir mengembang, maupun timbulnya genangan air di pelupuk mata.
Apalagi setiap nyeri yang terasa seperti tusukan begitu menyayat entah dikarenakan apa. Seringkali hal tersebut menjadi faktor x yang kadang ketika harus menjelaskannya saja kita tidak bisa.
Sama seperti kopi kesukaanku, begitulah kisah cintaku.
Kopi hitam pekat yang tidak terlalu manis, tapi pas untukku.
Pas untuk masih bisa merasakan sensasi pahitnya.
Dengan pria yang juga hitam, namun manis.
Coba kau tanya padaku kenapa hatiku bisa jatuh padanya.
Hahahahaaa sampai sekarang saja aku tak pernah bisa menjawabnya.
Kopi hitamku, kisahku yang pahit karena banyak unsur didalamnya.
Kekecewaan, hilangnya kepercayaan, pengkhianatan, ketidak mengertian, ribut kecil yang bisa menjadi besar, kekesalan entah karena rindu yang selalu saja menggebu atau karena jarak tak juga bertemu, kurangnya memahami satu sama lain, restu yang sedang diperjuangkan, dan masih banyak yang lainnya.
Hanya butuh gula sedikit untuk pemanisnya, menurutku gula itu kamu.
Cukup dengan kamu yang memberikan nuansa indah dalam setiap hari-hariku.
Cukup dengan melihatmu tersenyum, bahagia, tertawa, bertemu, bergandengan tangan, intinya semua masih tentang kamu dan memang hanya kamu.
OKEAKULEBAYTAPIYASUDAHLAH
Nyatanya, itu yang aku rasakan Otan :")
Bahkan sampai pada detik ini..
Rasanya tidak memudar, tapi justru bertambah kuat.
Hingga terkadang aku tak kuasa membendung ego untuk segera bersamamu.