Selasa, 22 Januari 2013

Rumah

Diposting oleh anggun via grasma di 1/22/2013 01:09:00 PM 0 komentar
Kadang ingin menyerah karena lelah, tapi tak pernah bisa...
Karena justru setiap merasa lelah, aku selalu pulang ke rumah

Kadang ingin berhenti, karena sudah tak sanggup lagi...
Tapi pemberhentianku selalu adalah kembali ke rumah

Rumah itu, kamu...


Kalau ditanya kenapa aku harus berjuang sedemikian rupa, entahlah. Aku tak pernah bisa memberikan jawaban yang super dahsyat. Ini juga bukan tentang satu ditambah satu sama dengan dua, atau rumus pasti lainnya. Hanya rasaku yang pasti, untuknya. Yang aku tau hanya karena aku menyayanginya. Menyayanginya itu membuatku memiliki mimpi untuk bersamanya. Bersama untuk menciptakan keluarga dengannya. Mimpi itu akan aku perjuangkan untuk menjadi nyata. Dan aku, memang tak bisa menuntut semua orang untuk mengerti apa yang aku rasa. :")

Dari semua pertentangan yang ada, aku selalu dapat bertahan.
Kalau dilihat semua terasa berat, tapi selalu ringan untukku ketika kami berjuang bersama.
"Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing"

Justru yang membuatku berat adalah, ketika yang kuperjuangkan itu menyakitiku tanpa pernah dia tahu. Aku menyadari aku yang terlalu sensitif sehingga semua menjadi menyakitkan untukku, padahal dia baik dan tak pernah sengaja melakukannya. Aku memang yang kurang mengerti, kurang memahami, dan kurang belajar.

Aku menangis haru saat dia mengatakan apa yang membuatnya yakin dan tau bahwa dia menyayangi aku. Airmata sudah tak terbendung lagi kala itu, dan hal itu membuatku semakin yakin padanya. Rasanya, tak ada yang perlu aku ragukan. Dan dia semakin membuatku tak kuasa lagi ketika pada hari aku disidang oleh keluarga besar tentang hubungan kami. Ada keingintahuan serta kekhawatiran yang tersirat lewat suara diseberang sana setelah tiga jam aku tak menghubunginya karena sidang itu. Airmataku menetes lagi kala dia mengutarakan ketakutannya. Aku bahkan tak menyangka, dia merasakan ketakutan itu. Hal itu tidak hanya meyakinkan aku, tapi juga membuatku mantap. Aku sudah membulatkan tekadku, tak ada yang membuatku goyah selain sebenarnya dirinya sendiri. Namun, apa yang diutarakannya kala itu membuatku semakin tau dan percaya, bahwa dia menyayangi aku dan akan selalu berusaha untuk itu. Sayang, yang tak perlu aku ragukan lagi. :")

Jadi, apalagi yang aku butuhkan? Jawabannya, tidak ada.

Aku sudah memiliki segalanya darinya. Cinta kasih, dan segala hal dalam kekurangan serta kelebihannya, aku coba untuk terima paket lengkap itu. Dia memang berparas tak setampan seorang idola atau boyband masa kini, tak juga memiliki kulit putih bersih seperti kebanyakan warga asing, dan dia bukan ahli medis. Tapi aku tak membutuhkan semua itu, aku hanya butuh dia yang gendut, dengan kulitnya yang coklat gelap, pipi gembulnya, perut gendutnya, mata beloknya, rambutnya yang selalu dia jaga untuk tetap berdiri tegak dengan bantuan gel dan akan selalu lepek ketika bersamaku karena naik motor :"), senyum manisnya, tawanya yang selalu aku rindukan untuk didengar, celoteh "euhhh" nya saat ditelepon tanpa disadari ketika kami bercanda, semangatnya saat bercerita dan mengabari hendak menonton bersama kawannya, suara bangun tidurnya ketika aku membangunkannya lewat telepon saat subuh, jari tangannya yang selalu aku hafal betul bentuknya, dengkurannya baik langsung maupun lewat telpon [yaa..bahkan saat kami sedang berkomunikasi lewat telepon saja dia bisa tertidur dan mendengkur saking capeknya bekerja tapi masih saja sabar mendengarkanku yang selalu tidak penting :")], hidung besarnya yang lebih mancung dariku, dia yang seorang pekerja keras, dia yang hebat, dia yang berjuang, aah.. semuanya. Semua, semua yang cukup bagiku.

"I don't need a perfect one. I just need someone who can make me feel that I'm the only one"

Dan berpisah denganmu untuk waktu yang lama, sebentar, atau apapun itu disebut, selalu tak membuatku sanggup. Seperti sedang berjalan, namun tak tau arah. Seperti hidup, namun mati. Semua menjadi hampa. Semua menjadi tidak se-semangat biasanya. Tapi mungkin, aku harus belajar.
Menghargai pilihanmu, menuruti keinginanmu. Semoga semua menjadi kenyamanan untukmu. Satu bulan ini, semoga bisa menjawab kebingungan yang tak ingin kau bagi padaku. Kau harus tau dan ingat, aku tak pernah sanggup, namun aku berusaha untuk bisa. Jadi, semoga aku tidak sedang menyia-nyiakan waktu dalam balutan kebersamaan kita, yang sudah aku korbankan dalam satu bulan ke depan. Seperti katamu yang tak ingin menyia-nyiakan kesempatan denganku. Seperti katamu, yang takut akan waktu namun berjuang untuk menaklukkannya, memegang kendali atasnya. Seperti katamu, yang sedang merencanakan masa depanmu denganku. Oh baiklah, pikiran negatifku berkata "lalu kenapa kau menyia-nyiakan satu bulan kita?", namun lagi-lagi seperti katamu BE POSITIVE, maka aku pikir bahwa saat ini kita sedang tidak menyia-nyiakan waktu. Mungkin kamu sedang beristirahat sejenak sekarang, ya semoga saja bisa lebih cepat dari satu bulan, kembalilah segera. Aku masih ingat ketakutan yang kau utarakan, ketakutan yang sekarang ini aku rasakan (lagi) karena pintamu. Segera temukan jawabnya, atas keresahan atau rasa malas yang sedang menderamu. Aku akan selalu menunggu di sini sambil terus belajar mengenai kamu dan kita. Dan aku akan selalu berusaha untuk masa depan kita, di sini. Tetap baik-baik saja di sana, jangan lupakan kewajibanmu sholat lima waktu, jangan boros, menabung itu pun kewajiban karena kamu punya "sesuatu" yang harus dicapai, makan yang cukup, dijaga kesehatannya, vitamin jangan lupa, istirahat yang cukup, dan.. bersemangatlah selalu. Aku di sini akan selalu berusaha untuk baik-baik saja. I promise.
I believe that Allah always bless you in there...

"Love must be learned, and learned again and again. There is no end to it."

TUHAN...
Aku bersyukur untuk setiap kesempatan yang Engkau berikan untuk kami berdua. Aku bersyukur atas pertemuan kami, bahkan bisa menyayangi dan juga disayangi olehnya. Waktu yang selalu Engkau sediakan bagi kami untuk saling berbagi meski hanya lewat telepon. Atau kepulangannya yang selalu terasa kurang untukku. Saat dimana aku sudah membangun benteng kekuatan agar tegar karena jauh darinya, namun diruntuhkan karena bertemu namun harus berpisah lagi. Namun aku tau perpisahan kami hanya sementara, sebelum akhirnya Engkau akan menyatukan kami selamanya. Setiap detik begitu berharga, maka aku tak pernah ingin melewatkannya. Saat jarak memisahkan, aku percaya ada Tuhan yang akan selalu menyatukan kami. Aku bersyukur pula untuk airmata yang selalu ada dalam hubungan kami, airmata karena rindu yang terlalu menyesakkan. Bersyukur sekali boleh diberikan kesempatan melalui proses yang panjang, jalan yang terjal dan berliku. Kini, bukan lagi aku minta Engkau ubahkan jalan terjal itu menjadi lurus dan halus, namun aku pinta Engkau beri kami berdua kekuatan untuk dapat melewati setiap jalan terjal dan berliku itu dengan baik dan lancar, meskipun berat. Restu orang tua yang sedang kami perjuangkan. Orang tua yang begitu aku kasihi, orang tua yang selalu membuatku berpikir, semoga kelak aku bisa membahagiakan orang tuaku, dan saat aku dan dia bersama restu itu ada dalam genggaman. Kami berdua bahagia, begitu juga orang tua kami yang bahagia karena kebahagiaan kami. Oh iya, terima kasih juga aku ucapkan untuk perbedaan kami dalam hati yang sama-sama saling menyayangi. Bersyukur untuk segalanya, ini proses kami. Aku percaya bahwa segala sesuatu ada masanya, ada saat kita menangis dan ada saat kita tertawa. Segala sesuatu akan indah tepat pada waktunya. Waktuku, waktunya, dan waktuMU.. :")
Aku percaya, di sana Tuhan tersenyum melihat kami. Ya, aku bersyukur Tuhan.

I'm waiting you, my Tomy.
coming HOME to me...
 

after the rain Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos