Tapi nyata nya sejak kecil aku tak pernah punya pilihan.
Sekarang, siapa yang memilih harus tinggal terpisah dari orang tua kandungnya sendiri, tidak berkumpul dalam satu atap yang sama dengan semua saudaranya, atau harus berada dalam lingkungan baru yang disebut keluarga?
Atau saat kau harus jatuh cinta dengan seseorang yang memiliki perbedaan keyakinan denganmu?
Kau pikir aku yang memilihnya? Aku bahkan tak pernah menginginkannya saat kemudian aku mulai menyadari bahwa rasaku terperangkap di dalamnya.
Lagi lagi ini tentang cinta. Kata yang membuatku semakin lama semakin muak merasa.
Aku jengah padanya.
I don't understand why God would let us meet, knowing that we could never be together?
Nah. Jelaskan!Sebagian orang akan menjawab, itu prosesmu. Tuhan sedang mengujimu.
Tuhan yang mana? Tuhanmu? Tuhanku?
Jawab aku IA ada berapa!
Kita hanya dipisah pada pengertian manusia tentang Tuhannya.
Yang satu meyakiniNYA sebagai Tuhan Yesus, yang satu meyakiniNYA sebagai Allah.
Yang lainna, memiliki keyakinan dan sebutan masing-masing untuk Tuhannya.
Lalu, mereka adalah dua yang berbeda atau satu yang terurai karena manusia?
Ah, entahlah. Aku sangat muak ketika dihadapkan pada hal ini.
Sekencang apapun aku berlari, sekuat apapun aku berteriak, mereka tetap tidak akan mengerti.
Yaa... katanya hidup itu pilihan.
Ada yang bilang, pilihan itu semacam menentukan keputusan dengan mengorbankan yang lainnya. Ya, kau tidak bisa memilih kesemua dari apa yang disodorkan padamu, katanya kau hanya bisa memilih satu. Katanya. Lalu, jika aku membuat perbedaan dalam konteks hidup itu pilihan, dengan tidak hanya memilih satu tapi kesemuanya, boleh? Serakah? Yes, I am.
Agaknya aku merasa ini adil setelah 23 tahun aku bertumbuh tanpa pilihan di masa ketika aku melihat dunia ini. Memilih untuk tetap bertahan dalam keluarga yang mana. Memilih untuk bahagia bersama siapa.
Lupakan. Aku tau ini hanya pembenaranku saja.
0 komentar:
Posting Komentar