Sabtu, 30 Juni 2012

surat untuk Tuhan (1)

Diposting oleh anggun via grasma di 6/30/2012 04:41:00 PM 0 komentar
selamat sore, Engkau yang kusebut Tuhan.
Tuhan yang aku yakini baik dan maha segalanya.. :)

sempat terkaget aku saat mama menyampaikan pesan ibu padaku.
dalam hati aku bertanya "ada kejadian apa?"
sesampainya di rumah ibu, aku mengucapkan asalamualaikum dan disambut ibuku dengan jawaban walaikumsalam, dengan embel2 "kamu tidak tau kemarin abis terjadi gonjang ganjing kan"
datar aku menjawab, "tau tapi sedikit, karena tidak jelas."
beliau pun memulai ceritanya. sontak, hatiku bertanya "lagi?"
dari semua yang beliau utarakan, aku diam dan memutar otakku.
bagaimana pun juga semua tidak akan selesai jika "tidak diselesaikan"

aku rasa, dalam hubungan harus ingat tentang komitmen yang dibangun dan disepakati di awal.
bukan mencari pembenaran dari setiap pribadi, tapi justru saling mengoreksi diri dimana letak kesalahan.
aku sudah bukan bocah, layaknya aku bukan hanya tau tapi juga mengerti.
sebenarnya menurutku, bicara dari hati ke hati, saling terbuka satu sama lain itu menjadi cara yang paling manjur, tentu dengan catatan tidak mengedepankan ego masing-masing.
tapi berusaha saling memahami, saling mengerti, saling mendukung tidak hanya dalam suka maupun dalam duka.
yang lalu biarlah berlalu, tutup saja bagian itu menjadi pengalaman yang berharga.
saatnya menata semuanya, dan memperbaiki diri.
bukankah begitu, Tuhan?
miris sebenarnya saat mendengar pihak yang satu menyalahkan pihak yang lain, begitu pula sebaliknya.
kenapa ya, aku cenderung lebih suka meminta maaf. Mengasihi seperti itu aku rasa..

Tuhan, satu masalah saja belum selesai dan Engkau sudah memberikan masalah yang lain. Kali ini pada kakak laki-laki tertuaku. Kakak laki-laki yang entah harus aku deskripsikan bagaimana, kebahagiaannya menjadi kerinduanku. Bahkan saat mendengar cerita ini dari ibuku, aku merasa tidak karuan.
Ingin sekali aku membantunya, tapi bagaimana? Aku menyayanginya, pernah aku utarakan impianku padanya dan dia menangis. Inilah kenapa aku ingin mengintip 5 tahun ke depanku. Aku ingin melihat, sudah bergunakah aku untuk orang lain, terkhusus untuk keluargaku..
Andai aku bisa membantunya sekarang, tapi aku belum bisa. Itu, yang menjadi sesal dalam hatiku.

Kini, aku hanya bisa membantunya lewat doa yang selalu aku panjatkan padaMu, Tuhan.
Aku percaya Engkau selalu menggenggam erat tangannya, bantu dia untuk belajar menjadi pribadi yang lebih baik. Boleh menjadi imam bagi keluarganya. Bahagiakan dia dengan istri dan anaknya..
Aku hanya bisa menyerahkan keluarga kecil itu padaMu, Tuhan.

Terima kasih.. :')

Selasa, 26 Juni 2012

kita tidak sendirian :')

Diposting oleh anggun via grasma di 6/26/2012 09:58:00 PM 0 komentar

sering aku bertanya kenapa harus dibuat seperti ini.

ini bukan hanya tentang sebuah beda di antara kesamaan kuat kita pada satu rasa, tapi juga pada jarak yang membuatku tak bisa merengkuhmu dalam dekapan hangat. protes mungkin adalah kata yang tepat, aku tujukan pada Tuhan atas hubungan kita. sampai aku tersadar bahwa tak sepantasnya aku yang kecil ini melakukannya, jauh melebihi itu, rasa syukurku lebih besar karena Ia mempertemukan aku denganmu, bahkan membuatmu jatuh cinta kepadaku, dan juga menganugerahi aku rasa sayang padamu. aku pernah mendengar seorang ustad berkata "manusia tidak bisa menentukan dia akan jatuh cinta pada siapa, bahkan tidak bisa mengusahakan jatuh cinta, itu kehendakNya, karena cinta itu datang dari Dia. rasa cinta itu anugerah dan atas izin yang Maha Kuasa.". yaah, tak kupungkiri, aku setuju dengan pernyataan sang ustad itu.

kemudian Ia membukakan mataku. ternyata ada banyak orang di luar sana yang bernasib sama dengan kita. tentang beda, juga tentang jarak yang membuat rindu semakin sesak. kali ini aku bisa bilang padamu, kita tidak sendirian sayang.. :')

jujur, setidaknya itu membuatku menjadi lebih tenang dan juga senang. benakku berkata bahwa aku punya teman seperjuangan. mereka yang tidak hanya mempertahankan hubungan tapi juga rasa meski tau keyakinan berbeda. mereka yang harus menunggu hanya untuk sebuah pertemuan. mereka yang menabung rindu sedemikian banyak, dan akhirnya diluapkan ketika jemari bersentuhan dan mata saling memandang.

tentu, kita berbeda dengan mereka sekalipun bernasib sama. kenapa?
karena cinta kita berbeda, kita punya kisah sendiri yang kita rangkai dengan indah, berbeda dari yang lainnya.
aku menyayangimu, dan berjuang untukmu.
terima kasih pula sudah berjuang pula untukku, untuk kita.

sayang, kita tidak sendirian.
ada banyak pejuang lain di luar sana seperti kita.
sayang, kita tidak sendirian.
ada Tuhan yang Esa menuntun tiap langkah kita.
Dia pasti bantu kita, dan sediakan cara agar kita bisa bersama.
ya sayang, kita tidak sendirian. :')

my love

Diposting oleh anggun via grasma di 6/26/2012 09:20:00 PM 0 komentar


Listen my love
I've wait to tell you some
with beautiful words
Deep from my heart

Your beautiful smile
Is thrown always shine
I know you're the one
That I will always love

Reff:
You're my inspiration
You are my true love
I'll be waiting to tell you how much I love you
Every day in my live
You are always be the one
The one

(http://lirik.kapanlagi.com/artis/ten_2_five/my_love)

:')

Rabu, 20 Juni 2012

ALAY

Diposting oleh anggun via grasma di 6/20/2012 11:59:00 AM 0 komentar
beberapa tahun silam saya adalah manusia alay. saya mengakui itu :|
pan katanya sebeyum menjadi dewasa seseorang itu pasti pernah menjelma menjadi alay *alesan*
gegara tadi narsis sama chelo di depan webcam, lha njut malah jadi buka folder foto, dan tidak sengaja malah jadi mempehatikan foto-foto saya, sambil angguk-angguk geleng-geleng dalam hati saya mengamini kalau saya sempat menjadi alay. :|




Terbukti yak? Iya iyaaa.. saya memang pernah menjadi ALAY.
Lihat saja kebanyakan tatapan mata saya selalu ke atas. Kalau foto Hape mesti dari atas.
Belum lagi nanti gaya jari telunjuk ditaruh di depan mulut kayak lagi bilang "ssttt"
atau gaya jari telunjuk dan tengah membentuk huruf V -__-
Dan jiwa Alay itu, sepertinya masih tersisa sedikit. sedikit lhoo ya, dikit buanget aja ga banyak x)

Oh iya, tadi saya bilang mau ngepost soal LDR yak, haduh ntar deh.
sekeripsi dulu jauh lebih penting *fight*
belum dapet moodnya niih, kan tulisan itu baru bisa lancar kalo udah dapet "soul"nya :p

Sekian dan kali ini terima sumbangan, atau saweran. icikiwiiirrrr
Salam, alayers.. :*

pengen

Diposting oleh anggun via grasma di 6/20/2012 09:11:00 AM 0 komentar
pengen sekali-kali bisa ngepost tentang LDR.
pengen banget. nget. nget. ngeeettt deh..
tapi tapi tapi, masih perlu banyak observasi.
menuangkannya ini lho yang harus pake hati.
apalagi, aku sedang menjalani. #eeaaa

Oke, postingan berikutnya harus tentang LDR.
Itu artinya, tentang kamu. :)))))))

MALAM NGELANTUR

Diposting oleh anggun via grasma di 6/20/2012 01:01:00 AM 0 komentar
"dia bilang tidak bisa kalau sendirian."

*hening sejenak* *tatapan nanar* *njut mimbik-mimbik* "lalu melanjutkan perkataannya* (imajinasi berlebih -_-")

"aku pun sama, tidak bisa kalau sendirian. harus ada orang lain, yang mungkin lebih dari sahabat, konteksnya lawan jenis, paling tidak dalam hal perhatian. untuk sekedar tanya kabar, tanya apa sudah makan, sudah ini, sudah itu, lagi ngapain, dsb."

"bahkan aku tidak bisa membayangkan, atau memang sepertinya tidak bisa kalau harus 'sendirian' dalam waktu yang lama. tidak bisa ada jeda. semacam butuh 'dekengan' :)" lanjutnya kemudian.



AKU TERDIAM. KALI INI PIKIRANKU MELAYANG.
Percakapan itu terjadi kemarin malam dengan seorang sahabat.
Dari dulu aku memang mengenalnya sebagai sosok yang seperti itu, hanya pernyataannya itu malah membawaku pada pikiran lain.
Tersadar. Kenapa aku tidak seperti itu?
 Entah belum seperti itu, atau memang tidak seperti itu. Aku tak tau.
Dia kembali bercerita, dan alam bawah sadarku membawaku kembali pada ingatan tentang masa kecilku..
Sejak kecil, aku memang terbiasa sendiri.

Ibuku yang aku panggil mama adalah seorang guru, sedangkan ayahku yang aku panggil papa adalah wiraswasta. Bersama papa mama, aku memiliki kakak perempuan yang terpaut jauh jauh jauh jauuuh sekali usianya dariku. Jadi, pada waktu aku SD, kakakku sudah kuliah di Jogja. Otomatis, aku hanya sendirian di rumah bersama papa dan mama. Setiap pulang sekolah, aku pasti tidak akan pernah mendapati mama atau papa berada di rumah. Dulu, aku punya pengasuh namanya mbak Marsi. Aku ingat dia, bahkan sampai sekarang terkadang dia masih sering menghubungiku lewat sms hanya sekadar bertanya kabarku atau memintaku main ke rumahnya, entah dapat nomorku dari mana, curiga aku sepertinya papa yang memberikannya pada mbak Marsi. -_-
Tapi keadaan berubah ketika mbak Marsi menikah. Dia kemudian tidak lagi bekerja di tempatku. Aku sendirian. Jadilah, mama menitipkan aku pada saudaraku yang rumahnya hanya terpaut 2 rumah dariku. Kalau sekarang aku sih mikir, kenapa dulu gak dititipin rumah ibu saja ya? Jaraknya gak ada 200meter dari rumah padahal. Oke, lagi-lagi "entahlah". Setiap pulang sekolah, mbah Mangun [sudah meninggal :'(] selalu setia dengan becaknya mengantarku pulang. Aku langsung menuju rumah saudaraku itu. Mama sudah menyiapkan makanan lengkap dengan buah sebagai hidangan penutup, benar-benar 4 sehat 5 sempurna di piring kesukaanku bergambar beruang. Piring itu masih ada sampai sekarang, lengkap dengan mangkuk sup kecilnya :'). Mama juga menyiapkan baju ganti, dan meninggalkan kunci rumah. Sepertinya berjaga-jaga kalau aku ingin pulang. Tapi tetap saja, aku anak kecil kelas 2 SD yang masih takut. Jadi, aku tetap memilih menunggu mama pulang di rumah saudaraku itu sambil bermain dengan anak laki-lakinya yang masih berusia 1 tahun (kalau tidak salah). Sebenarnya aku bisa bermain ke rumah ibu, tapi tak ada pikiran kala itu. Biasanya, aku main ke rumah ibu ketika mama sudah pulang, barulah aku ke sana dan bermain boneka atau pasar-pasaran dengan mbak Ayu dan de Dian.
Kelas 3 SD, mama mengikutkan aku pada sebuah sanggar. Namanya studio rentra. Di sana, aku les menyanyi, dance, dan peragawati. Selain itu, mama juga mengikutkanku pada les tari tradisional. Aku masih ingat betul bagaimana aku sangat menyukai tari piring, dan dengan luwesnya menggunakan KEDUA TANGANku untuk menari, bahkan bisa diangkat ke atas. yaa.. DUA TANGANku :').

Entah darimana ide itu hingga mama menitipkan aku di sana, yang jelas sebenarnya aku tak suka. Setiap latihan dance, aku selalu minder karena tubuhku yang kurus kecil dan pendek sementara teman-temanku yang lain tinggi, kostum menariku saja kedodoran. Setiap latihan menyanyi, aku selalu tidak mau menggunakan mic karena takut. Aku merasa suaraku tidak bagus, jadi aku tidak mau mengganggu orang lain kalau harus menggunakan mic. Jadi setiap menyanyi, aku pasti menjauhkan mic dari tanganku. Dan setiap latihan melenggak lenggok di atas catwalk, aku tidak percaya diri. Hal itu ditambah dengan piala yang aku dapat jauh lebih kecil dari piala temanku ketika mengikuti lomba. Baru kemudian aku merasa lebih baik ketika mengetahui bahwa mereka membayar sejumlah uang untuk piala besar nan tinggi itu, sementara mama tidak pernah melakukannya. Hingga, aku harus berbangga pada diriku kala itu. Juga bangga pada mamaku. Beliau lah yang selalu memiliki ide-ide untuk setiap pakaian di kala aku show. Ya, aku ingat di Hotel Ambarukmo dengan baju berwarna kuning kala itu begitu centilnya aku bergaya di depan seorang Tino Karno (kala itu ngetop n ngehits sekali Si Doel Anak Sekolahan), dan aku menjadi juara. Ada empat piala yang diperebutkan, piala dari Rano Karno, Tino Karno, Cornelia Agatha, Maudy Koesnaedi. Dari ratusan peserta, aku menjadi salah satu dari keempat juara itu. Aku mendapatkan piala dari Cornelia Agatha. Dan teman-temanku yang sering mengeluarkan uang hanya untuk mendapatkan piala yang sangat tinggi, mereka menangis karena belum menang. Perlombaan kali itu memang bersih.
Aku ikut lomba di kota yang satu ke kota yang lainnya, dari hotel satu ke hotel yang lain. Bahkan aku pernah dipanggil untuk casting film. Aku tetap saja tidak menyukainya, aku rasa itu bukan bidangku. Namun, lewat setiap prestasi itu, aku perlu bersyukur karena mama jadi tidak pernah masuk rumah sakit lagi. Biasanya, sejak aku kelas 1 SD mama selalu rutin masuk rumah sakit karena penyakit jantungnya. Dulu, karena aku masih kecil aku selalu saja merasa senang karena artinya aku bisa bolos sekolah, aku bisa bobo di rumah sakit ada AC nya, kulkas ada buahnya, dan tiap pulang aku bisa bertemu papa mama, bukan sekedar dititipkan di rumah orang lain.

Cukup cukup.. bukan itu yang hendak ku sampaikan. Kalau aku cerita, sepertinya tidak akan cukup karena masih banyak sekali yang terjadi di dalamnya.
Pada intinya, ketika menjadi seorang 'peragawati' pun, aku tetap menjadi anak biasa. Aku bisa melenggak lenggok di atas catwalk, tapi paginya aku anak sekolahan, siangnya aku anggun yang selalu sendiri dan dititipkan. Kelas 5 SD, mama mengikutkan aku les piano. Padahal aku juga tidak suka. Aku lebih suka drum dan biola, aku bahkan lebih tertarik pada gitar daripada piano. Aku tak bisa memilih apa yang aku suka. Ya tentang menjadi peragawati, ya tentang les piano, dan masih banyak lainnya. Baiklah, anggun kecil menurut saja waktu itu. Kalau tidak salah kelas 3 SD kakakku lulus kuliah, selang beberapa waktu ia merantau ke Jakarta sehingga aku benar-benar sendiri dan merasa seperti anak tunggal. Sebut aku kesepian dan kurang perhatian. Tapi tak apa, justru lewat semua itu aku jadi terbiasa.
AKU TERBIASA UNTUK SENDIRIAN.
Masa sekolah dasar sudah terlewati, beralih ke masa putih biru. Aku tetap selalu saja sendirian ketika pulang sekolah. Bedanya, waktu itu aku tak lagi dititipkan. Aku juga sudah berhenti total dari tetek bengek "peragawati", jadi semakin terlihat saja jati diri yang sebenarnya. Tomboy. Tapi, tak apa. Aku merasa lebih nyaman seperti itu. Di masa putih biru itulah, aku bercita-cita ingin kuliah di Ilmu Komunikasi. Aku ingin sekali menjadi reporter atau wartawan. Setiap menulis cerpen, tokoh yang aku ceritakan selalu saja akan berhubungan dengan wartawan dan dokter. Impian standart tiap anak kecil, jadi dokter. Simple, biar bisa bantu orang lain. Aku memang suka berinteraksi dan bersosialisasi. SMP, mama memberikan aku kunci rumah, kadang menaruhnya di tempat tersembunyi, atau kadang dititipkan. Masa putih abu-abu pun juga begitu. Mendapati rumah kosong itu adalah hal yang biasa. Tidak hanya siang, malam pun juga seperti itu. Entah mama papa ada acara gereja, entah latihan klonengan, pergi kemana, atau apapun itu, aku sering sekali sendirian di rumah. Tiap sahabatku main ke rumah, mereka pasti bertanya "kok sepi". Ya, memang begitu.
Oke, benar-benar cukup. Ini sudah out of topics. -__-

***

Karena sudah terbiasa sendiri itulah aku mungkin menjadi sosok yang seperti ini.
Aku sering merasa tidak membutuhkan sosok lain selain orang-orang terdekatku, ya keluarga, ya sahabat. Aku bahkan merasa tidak lagi membutuhkan perhatian, terkhusus dari lawan jenis. Maksudku, mereka bukan menjadi yang terutama dan harus ada.
Mungkin itulah sebabnya, aku selalu menganggap mereka semua sama. Ya hanya sebagai teman dan kakak, tak lebih.. Aku sih hanya butuh teman, tidak butuh perhatian "yang lebih". Aku tidak butuh laki-laki, bahkan selalu berpikir bisa hidup tanpa mereka.
Nyatanya, 1,5 tahun yang lalu aku adalah anggun yang tidak peduli pada apapun, juga pada handphone. hahaha XD
yaa, aku bahkan seringkali lupa handphone berada dimana, atau sering tidak membalas pesan, telepon dari semua orang yang tidak jelas dan terlalu banyak basa-basi, siapa pun itu. Aku tidak butuh sosok laki-laki, aku cuma mau fokus sama keluarga. Toh waktu itu ada sahabat yang pernah menjadi kekasihku, dia teman terbaik lah.. tapi sepertinya aku bukan temannya yang baik, ah *sigh.
hingga aku bertemu dia yang sekarang bersamaku. kalau sekarang, tiap jam tiap menit tiap detik isinya mantengin handphone muluk -_-. SIAL MEMANG , zzzzz...
Dulu juga, cinta pertamaku. Butuh 6 tahun melupakannya, di sela-sela itu juga aku tak pernah memasrahkan hatiku pada yang lain. Laki-laki yang datang silih berganti itu hanya aku anggap teman dekat, tak lebih. Toh, tidak ada mereka pun tak masalah. Aku tetap menjalani hidupku dengan baik, tawaku memenuhi dunia. Aku punya keluarga dan sahabat, aku rasa itu sangat lebih dari cukup. Sampai aku bisa jatuh cinta lagi setelah 6 tahun pada pria yang adalah kakak kelasku SMA, tapi baru jatuh cinta saat kami berada di bangku kuliah. Orang ini yang aku sebut sahabat yang pernah menjadi kekasihku. Hubungan kami juga berawal dari persahabatan, jadi aku harap berakhir tetap menjadi sahabat. I wish.. :')
Dan setelah putus dengannya pun, aku tak terlalu membutuhkan laki-laki. Tidak harus langsung ada orang lain yang menggantikan posisinya, karena segalanya tidak mudah mamen. Ini soal rasa. Semua hal butuh proses. Dulu aku pikir berat, tapi ternyata dibuat mudah olehNya. Aku bisa menjalani semuanya sendirian, aku berusaha sendirian. Hampir 1 tahun lebih aku berproses hingga rasa itu berubah menjadi rasa sayang sebagai sahabat, sebagai kakak. Kalian pasti tau bagaimana rasa sayang sama kekasih, sama keluarga, sahabat, yaa memiliki porsi dan tempat masing-masing. Rasa-rasanya aku jadi tidak butuh laki-laki, malas juga mengenal mereka (lagi) (dari nol). Tapi aku tetap normal. Yakin.

Oke, lingkungan yang membentukku menjadi seperti ini.
Aku dan sahabatku yang terlibat perbincangan malam itu sama-sama Scorpio, beda Shio dan beda golongan darah. Halah. Beberapa hal yang terdapat dalam diri kami banyak kesamaan, tapi ternyata banyak pula perbedaan. Termasuk tentang hal yang satu ini.

DAN JENG JENGGG...
Inilah kenapa tadi di awal aku bilang 
"Entah belum seperti itu, atau memang tidak seperti itu."
Karena saat ini, akuu kecanduan laki-laki, ya dia! Hooh bener si "TA" x)
 Etapiii sepertinya enggak deh, BUKAN BELUM, namun AKU MEMANG TIDAK SEPERTI ITU.
Kenapa cobak?
Karena, hubungan kami memaksaku menjalani semuanya sendiri. Di sini.
Makan sendiri. Mandi sendiri. Tidur sendiri. Main sendiri. Masak sendiri. Cuci baju sendiri. #eh kok malah jadi laguuu.. -__-
Jadi, aku bisa dong ya sendirian. :)
Lewat hubungan ini, aku semakin belajar untuk mandiri.
Aku jadi lebih tangguh! *nggaya*
Aku belajar dan memilih untuk semakin menjadi dewasa.
Tiap kesalahanku, aku belajar introspeksi diri. Tiap kesalahannya, aku jadi belajar untuk menggali lebih pada diriku apakah kesalahannya itu akibat kesalahanku.
aaah, banyak hal pokoknya.. :)
Kesepian? Wajar. Kangen? Wajar.
Butuh perhatian lebih? Mungkin sebenarnya lubuk hati bilang iya.
Tapi aku sudah terbiasa tidak mendapatkannya, dan terbiasa sendirian bukan?
Jadi, tinggal lebih membiasakan lagi. 
Toh, perhatiannya sudah cukup sesuai porsi kok.  
Tidak baik selalu merasa kurang.
Semua sudah PAS. :)
Aku harus tetap bersyukur.
Aku percaya segalanya baik untukku. :') 

Manusia memang diciptakan berpasang-pasangan.
Manusia juga membutuhkan orang lain.
Tapi terkadang, sendiri itu menyenangkan. :))))))))
---

sepertinya kalau dilanjutkan akan makin ngelantur.
SEKIAN DAN TERIMA BELAIAN *jablay dong mbak* -_-, zzzzzzzzz

Jumat, 15 Juni 2012

aku menyukai yang satu ini :')

Diposting oleh anggun via grasma di 6/15/2012 11:59:00 AM 2 komentar

Keberagaman dalam Keberagamaan


Aku selalu mengurungkan niat setiap kali muncul gagasan di kepalaku untuk menulis hal-hal yang berkaitan dengan agama. Entah karena agama merupakan pokok bahasan yang sangat peka, atau karena aku enggan terlibat dalam perdebatan tak berujung, aku sendiri tak tahu.
Tapi kali ini, aku memberanikan diri. Tunggu dulu; ini bukan tentang Irshad Manji, Lady Gaga, apalagi FPI.
Ini tentang segala pernik agama yang kupahami.

Kakekku, Oteng Jasmin — yang kemudian mengganti namanya dengan Hasmeng Suwardhani, beragama Katolik. Suatu hari–aku lupa tahun berapa–ia, seorang kapten, terpikat pada kecantikan seorang janda beranak satu yang sibuk di dapur umum. Ya, demikian Eyang Putri menceritakannya padaku, awal perjumpaan mereka di tengah berkecamuknya peperangan. Kalau tidak salah, settingnya adalah Agresi Militer Belanda II.

Singkat cerita, mereka menikah. Eyang Kakung tetap memeluk agama Katolik, Eyang Putri tetap memeluk agama Islam. Mereka dikaruniai sembilan anak yang semuanya dibaptis secara Katolik.
Uniknya, kesembilan anak ini pun belajar mengaji. Seorang guru mengaji didatangkan setiap sore untuk mengajar agama Islam bagi anak-anak mereka.

Aku sempat bertanya kepada Eyang Putri, Hajjah Siti Masitoch, “Lho, kok lucu, sih, Yang? Jadi semuanya agamanya dobel?”
“Lha waktu itu kan semuanya masih kecil. Masih belum ngerti. Kalau dipaksa ikut agamanya Eyang Kakung atau Eyang Putri ya ndak adil, tho. Karena kami tahunya cuma dua agama itu, ya dua-duanya diajarin. Besok kalau udah gede, mereka bisa milih sendiri, lebih sreg yang mana.”
“Agama kok pake sreg-sregan, tho, Yang?” tanyaku lagi.
“Lha piye tho kowe le… Agama itu kan semua ngajarin kebaikan. Memuliakan Tuhan, mengasihi sesama. Itu. Tok. Nah, caranya aja yang beda-beda. Koyo pas kowe menyang Nyogja. Bisa naik kereta, bisa naik mobil, bisa naik bus. Kowe seneng sing endi?”
“Enak naik kereta, Yang….”
“Eyang lebih suka naik bus.”

Begitulah. Jadi, Mamaku, meski sudah dibaptis dengan nama “Lucia”, dan ke Gereja setiap hari Minggu, tetap belajar mengaji setiap sore, sampai sudah khatam Al-Quran. Sepengetahuanku, tidak satu pun dari anak-anak Eyang yang menentang; masalah terkadang malas belajar agama itu, sih, untuk anak-anak sudah lazim, kan, ya?
Sampai pada suatu waktu, Mamaku mengisi formulir pendaftaran untuk masuk SMP. Saat itulah ia pertama kali harus memilih untuk mengisi kolom “Agama”. Kalau mau dikilas balik, aku yakin Mamaku mengalami dilema besar saat itu. Bukan karena harus memilih salah satu dari dua agama yang dipelajarinya, melainkan karena harus “mengkhianati” salah satu dari kedua orang tuanya.
Mamaku memilih Katolik. Lima dari sembilan anak-anak Eyang memilih Katolik. Empat memilih Islam.
Eyang Kakung dan Eyang Putri tak pernah mempermasalahkan hal itu.

Lalu, adakah perpecahan dalam keluarga kami? Tidak.

Idul Fitri dan Natal, Idul Adha dan Paskah, selalu kami rayakan bersama-sama. Aku masih ingat sekali; Eyang Putri, Bude, Pakde, Om, Tante, dan para sepupu yang muslim sudah sibuk sejak pagi mempersiapkan diri untuk Sholat Ied. Tante dan Om yang Katolik akan mengantar mereka–kadang menunggu sampai selesai, kadang hanya mengantar dan kemudian menjemput lagi. Kami, yang di rumah Eyang, kerja bakti–membersihkan rumah, karena nanti pasti akan ada banyak tamu, menyiapkan penganan untuk suguhan, dan–favoritku–menyajikan masakan Eyang di meja makan.
Tak beda jauh bila Natal tiba. Eyang akan menyibukkan diri memasak menu-menu kesukaan cucu-cucunya. Sepupu-sepupuku yang berbeda agama pun akan membantu menghias Pohon Natal, membungkus kado-kado Natal yang kami beli bersama-sama.

Pada suatu bulan Ramadhan, aku dan beberapa sepupu berjalan-jalan menyusuri Malioboro. Novi, sepupuku yang muslim, mengingatkan aku dan Mas Iwan–kami berdua Katolik–untuk makan siang. Tadinya aku dan Mas Iwan berpikir untuk nanti saja makannya. Nggak enak sama yang lagi puasa.
“Ealah, Mas. Yang puasa aku kok yang repot kalian. Wis, tho… Nggak bakal batal puasaku cuma karena lihat kalian makan. Puasaku malah bakal batal kalau aku nangis gara-gara kalian pingsan kelaperan.”
Kami beragam. Kami pun tetap beragama. Keberagaman kami, tak sedikit pun mengganggu keberagamaan kami.
Toh, aku harus maklum, bahwa apa yang di luar sana, tidak seperti apa yang terjadi di dalam keluargaku. Aku hanya bisa bersyukur, bahwa kali ini, rumput tetangga tidak lebih hijau.

-----------

yaaa..aku menyukai yang satu ini..
aku tak mengenal siapa pemilik web ini, orang yang menulis tiap kata itu..
secara tak sengaja, aku menemukannya..

membaca posting demi posting, dan menemukan posting yang satu ini.
link posting di atas? klik saja di sini , aku menyalinnya dari sana..
atau cukup klik judul posting yang aku salin di atas. "keberagaman dalam keberagamaan" :)
anda akan menemukan banyak yang menarik lainnya, di sana.. YAKIN!


***

salah siapa?

Diposting oleh anggun via grasma di 6/15/2012 10:53:00 AM 0 komentar
kita terhubung dengan cara yang entah bagaimana
kemudian kita saling mengenal, yang ini aku tau alur ceritanya
kita saling nyaman dalam batas yang sewajarnya
kita bercengkrama dan saling nyaman satu dengan yang lainnya
hingga akhirnya saat kita saling cinta, itu salah siapa?

aku tak pernah meminta bertemu denganmu
aku pun tak pernah meminta bisa mengenalmu
bahkan untuk menjatuhkan pilihan juga rasa ini padamu
aku rasa kau pun begitu.
tapi kemudian kita bertemu, lalu salah siapa?

haruskah aku (lagi) menyalahkan Tuhan atas semua yang terjadi?
pertemuan, persatuan, dan kebersamaan ini, bukan pintaku atau pintamu
Dia yang membuat alur cerita menjadi seperti ini
bahkan ketika kita disalahkan karena saling mencinta
aku tidak sedang membela diriku
Sutradara itu yang memberiku peran ini
dan Dia belum ingin memberitahukan padaku ending kisah ini.

aku harap saat mengetahuinya kelak, aku bisa tersenyum
lebih dari bahagia yang kini aku rasa...
dan semoga bahagia itu tidak menyakiti yang lainnya...
ya... semoga tidak akan ada lagi pertanyaaan "salah siapa?"

Jumat, 01 Juni 2012

syukuri saja

Diposting oleh anggun via grasma di 6/01/2012 12:53:00 PM 0 komentar
 "segala sesuatunya memang perlu disyukuri" - @AnggunGrasma

saya suka sekali dengan quotes di atas. yaa, sekalipun kadang ketika merasa down karena fisik saya yang tidak seperti dulu lagi, saya sering melupakannya. tapi saya janji tidak akan ada lagi cerita saya mengeluh, menyesal, dan tidak bersyukur karena banyak bekas luka dan keloid di tubuh saya, atau karena saya tidak bisa memakai apapun yang saya suka seperti wanita lainnya, atau karena kelingking tangan kiri saya tidak berfungsi, atau karena saya tak punya ketiak kiri, atau apalagi? aaah iya! atau wajah saya yang ada bekas luka dan coretan bolpoin nya, eh pasir ding. tak peduli, ini anugerah kok.. yah, sampai itu terjadi lagi, tolong tampar saya!!! kalau tidak, saya yang akan melakukannya sendiri!!! HOAH
satu hal itu membuat saya terus belajar, tentang apa itu rasa syukur..
bukan hanya ketika suka itu datang, namun ketika duka itu menyelimuti kehidupan..
kemarin malam, ada masalah yang cukup mengganggu saya.. mungkin orang lain akan menganggap ini sepele, tapi tidak bagi saya. dari awal, saya selalu tegaskan "jujur menyakitkan itu lebih baik daripada bohong yang membahagiakan". agaknya, seseorang itu lupa atau mungkin tidak mengerti pernyataan tersebut.. saya saja selalu merasa sesak ketika harus berbohong pada mama dan papa hanya sekedar untuk dapat tidur di rumah ayah dan ibu saya, saya ingin sekali terbuka pada papa mama, tapi saya takut. agaknya, kalau papa dan mama penganut faham yang sama dengan saya tentang "kejujuran dan kebohongan itu", maka saya akan berbicara dan meminta ijin pada beliau. Jujur itu selalu lebih baik..
akhirnya, semalam sebuah masalah yang kecil itu berhasil membuat saya menangis sesenggukan. ya, seperti anak kecil saya menangis sampai berteriak-teriak, sesak napas.. hosh hosh. jujur, itu lebay.. saya saja sampai geleng-geleng kepala ketika mengingatnya. yaa mau bagaimana lagi, namanya juga hati. namanya juga perasaan. bagaimana pun saya tetap wanita, apalagi tidak ada yang menenangkan saya..
kemudian, saya mencari ketenangan saya sendiri. dipostingan sebelum ini, saya mengungkapkan kebiasaan saya melakukan monolog di jalanan. untuk itulah, saya memilih pergi. saya yakin, jalanan bisa membuat saya tenang. karena saat itu, saya bisa bercengkrama dengan diri saya sendiri, dan juga melakukan dialog dengan Tuhan. Aneh? ya, biarlah..
tanpa tujuan, saya nekat pergi. saya kendarai kendaraan saya dengan pelan. saya mau menikmati tiap jalanan. waktu itu kalau tidak salah pukul 20.15.. saya sebenarnya ingin sekali ke bukit bintang, tapi logika saya jalan. terlalu jauh, saya juga tidak bawa jaket. saya putuskan saja menyusuri jalanan jogja, sekalipun tidak tau jalan. modal nekat, kalau tersesat tinggal tanya-tanya, itulah gunanya mulut..
melewati XXI, saya melihat loket tiket masih buka. saya tanya ke mbak parkir, dia mengiyakan bahwa tiket masih dilayani. baiklah, saya menonton saja daripada tidak jelas kemana, nanti kalau saya jalan tyus diculik, kan repot -_-. saya beli tiket untuk menonton Dark Shadows.. Agak kesal karena mbak petugas tiket mengulang pertanyaan "berapa mbak?" ketika saya menjawab "satu tiket mbak" *sigh*. Pukul 20.25, saya bingung mau menunggu waktu dimana. Film mulai pukul 21.10. Saya sengaja tidak membawa HP, namanya juga pengen sendirian, jadi mau bebas dari yang namanya menghubungi dan dihubungi, pokoknya sendirian! Akhirnya saya ke tempat sahabat yang kostnya tak jauh dari XXI. Tapi kamarnya kosong dan dikunci. Dia belum pulang kerja sepertinya, dan kemudian terdamparlah saya di warnet. Saya harus mengabari ponakan saya di rumah karena saya tidak pamit ketika pergi. Pukul 21.00 saya menuju XXI. Dan voila, saya menonton sendirian. Hahaaa XD

berikut tips yang dapat anda gunakan ketika menonton bioskop sendirian, ya SENDIRIAN mamen!! :
  1. Pasang tampang cool, cuek, masa bodoh sekalipun semua orang yang ada di bioskop menatapmu tajam seperti seorang alien. Kalau bahasa jawanya "rai gedeg ndas tank"..
  2. Berjalanlah dengan keren, jangan lirik kanan kiri dan minder karena tampangmu yang kumal, matamu yang bithu-bithu, dan rambut singamu yang acak2an karena tidak disisir. Yakinkan dirimu, kamu keren seperti yang lainnya.
  3. Antrilah dengan sopan. Sekali lagi, singkirkan rasa malumu karena yang lain berpasangan atau bergerombol sementara kamu tidak.. Saat mengantri, jangan lupa berdoa agar antrian tidak lama dan kamu segera mendapatkan tiket.
  4. Ketika membeli tiket, pilihlah tempat duduk paling atas dan pojok. Jika kursi paling atas habis, pilihlah kursi manapun, yang penting pojok entah dekat jalan atau dekat tembok. Kenapa? Karena kamu hanya akan mempunyai teman di samping kanan saja atau kiri saja, bukan diapit dua orang di kanan dan kiri yang tidak kamu kenal. Selain itu, keuntungan duduk di dekat jalan adalah kamu bisa dengan mudah melangkah ketika film yang kamu tonton sudah habis.
  5. Saat memasuki studio, mendekatlah dengan orang yang juga masuk ke studio. Jika tidak ada, lagi-lagi anda harus memasang tampang cool. Atau menunduk saja, pura-pura memperhatikan tangga agar anda tidak terjatuh. Kalau ada yang melihat anda lagi dengan tatapan aneh, lempar saja ia dengan popcorn. Bukan popcorn anda karena anda tidak membelinya, tapi popcorn orang lain (ini hanya dilakukan jika anda sudah gila akut dan ingin mencari gara-gara).
  6. Duduk dengan santai, naikkan kaki anda ketika kedinginan dan lingkarkan tangan anda alias sedakep karena anda tidak membawa jaket. kadang condongkan badan anda ke arah orang lain yang ada di dekat anda, biar terkesan "anda bagian dari gerombolan mereka". Jangan lakukan apabila di samping anda adalah lawan jenis, itu namanya bukan mukhrim..
  7. "Anda bagian dari gerombolan mereka" juga bisa diterapkan ketika film sudah usai. Sama seperti ketika memasuki studio, saat keluar pun segeralah bergegas dan dekati orang-orang yang bergerombol, atau orang yang bukan lawan jenis anda. Bergabunglah dengan mereka dan santai saja. Atau kalau tidak, tunggu sampai semua orang keluar dan pulang dan tinggal anda seorang diri di dalam studio, aah tidak..tidak sendiri, maksud saya bersama OB. Jangan lupa kasih senyum yang termanis, sambil pura-pura mencari teman anda atau ketinggalan teman anda, agar para OB tersebut tidak berpikir "kasihan sekali mbaknya nonton bioskop sendirian. kayak orang ilang". *nangis cantik*
Baiklah, di atas adalah 7 tips yang dapat saya berikan untuk anda ketika menonton bioskop sendirian.
Selamat mencoba, tak pernah ada salahnya menonton sendirian. Itu bagian dari pengalaman lho, ternyata tidak buruk. Asyik malah, anda tidak perlu berbagi popcorn atau minuman. Anda juga bisa menikmati film sendiri dengan tenang, entah apakah mudeng atau tidak dengan film nya, yang penting nonton aja.. Anda akan termasuk orang yang luar biasa karena menonton sendiri. Karena nonton itu biasanya kan rame-rame atau berpasangan, lha ini cuma seorang diri. Itu artinya anda luar biasa bukan? *pasang tampang kece*

kalau saja saya tidak ada masalah, kalau saja saya tidak kecewa dan menangis gero-gero, kalau saja saya tidak merasa bad mood, saya mungkin tidak akan pernah merasakan sensasinya menonton sendiri. Justru karena masalah itu, saya jadi tau rasanya.
Segala sesuatunya perlu disyukuri bukan? Bahkan ketika orang menganggapmu aneh, syukuri saja.. : )

 

after the rain Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos