INI ADALAH LANJUTAN DARI POSTINGAN SEBELUMNYA. hoshh.. hosh..
*ngomongnya sambil tereaaaakkk*
Tidak hanya satu, tapi duaaaa *dilantunkan kayak iklan sarimi ala ayu tingting*
Ya, merujuk pada postingan saya sebelumnya yang menyalin postingan dari (at) shitlicious.
Saya adalah pelaku hubungan pada point pertama dan ketiga.
Ya, saya dan kekasih saya berbeda keyakinan. Dan kami terpisah oleh jarak yang ngetren nya disebut LDR. Tapi bagi saya, saya punya vetsin (karena kalo menyebut "moto" itu terlalu mainstream) bahwasanya : "setiap pasangan yang belum satu rumah dan satu ranjang itu pun disebut LDR". Saya tidak sedang mencari teman, namun begitulah adanya #sikap. *tawa licik menggelegar* XD
Saya pelaku hubungan berbeda keyakinan. Tidak hanya sekali, ini sudah yang kedua kalinya saya menjalani sebuah hubungan serius dengan seseorang yang memiliki keyakinan berbeda dengan saya. Kenapa saya putus dengan yang pertama setelah 3 tahun kami bersama? Alasannya ya karena perbedaan itu. Klasik ya, saya memintanya bertemu di sebuah cafe pada malam hari hanya untuk menjelaskan padanya bahwa kami harus mengakhiri hubungan kami sampai di situ, mencoba sok tegar dengan tidak menangis di depannya, lalu meraung menjadi-jadi dan warnet menjadi pilihan saya untuk bersembunyi dari kejamnya "kisah cinta berbeda agama" hingga pagi menjemput. Perbedaan yang sudah kami sadari dari awal, dan sama persis dengan postingan di blog shitlicious "kita jalani saja dulu", begitulah katanya kala itu. Saya memutuskannya bukan karena saya sudah tidak sayang. Percayalah bahwa ini lebih buruk dari kisah cinta mana pun ketika anda harus melepaskan seseorang yang masih sangat anda sayang (kala itu). Kami masih berteman, kami masih bersama meski lambat laut rasa itu memilih untuk memudar dan kemudian berhenti sendiri. Bukan, bukan lagi tidak sayang. Saya masih sayang, dan peduli padanya. Tapi rasa itu berubah dengan sendirinya, lebih kepada sayang kepada sahabat, kepada seseorang yang sudah anda anggap saudara. Beberapa orang yang tau perbedaannya, pasti mengerti. Kala itu tidak ada kepastian akan dibawa kemana hubungan kami, meskipun ada rencana. Indah ketika kami membicarakan masa depan, tapi tidak ketika ditampar kenyataan. Selalu saja jawabnya hanya "dijalani saja dulu". Dia pemuda yang baik, selalu bisa menjaga saya. Lewatnya, saya belajar apa itu percaya. Saya tak pernah menaruh curiga padanya selama 3 tahun kami bersama. Sedikit pun tak pernah! (mungkin perlu ditulis dengan font arial size 16 di bold dan dikasih underline). Hanya, rasa sayangnya terlalu berlebihan pada saya, dan ada beberapa sifatnya yang membuat saya tidak nyaman. Dicengkeram dengan berlebihan itu tidak enak, yang ada justru rasa sakitnya yang terasa :'). Tapi sekarang saya bisa melihat dia sudah banyak berubah, jauh berubah menjadi pribadi yang semakin baik. Baru saya tahu setiap rencana dengan kerja kerasnya untuk kami ketika semua sudah berubah, saya bilang padanya "terlambat". Itulah dia, selalu ingin berjuang sendiri dan bukan BERJUANG BERSAMA. Selamat! =)
ah.. sudahlah. ini bukan sedang mengenangnya...
Hingga saya bertemu dengan pria yang sekarang bersama saya. Lagi-lagi, ini tentang "kisah cinta berbeda agama". Saya tidak mengkhianati yang dulu. Saya juga tidak menggeser posisi yang dulu, dan diganti dengan yang sekarang. Saya netral, tidak mencintai siapa-siapa kala itu. Justru saya malas sekali mengenal sosok yang baru, saya belum terlalu siap dan mau menjalin komitmen dengan seseorang. Semua lelaki yang mendekat memiliki jawaban yang sama dari saya "saya belum mau berhubungan lagi". Saya capek, saya juga malas. Saya sedang ingin sendiri dan menikmati tiap inci hidup saya dengan sesuka hati saya, dan bahagia tentunya. Menghabiskan waktu dengan banyak teman jauh lebih mengasyikkan, karena sebelumnya saya jarang merasakannya. Rasanya seperti sedang menghirup udara bebas, huhaaahhhh \m/.
Hingga saya sedikit protes pada Tuhan, dan terkesan marah padanya ketika akhirnya dia menganugerahkan sebuah rasa pada pria tersebut. Pria yang entah bagaimana kami bisa saling mengenal, dekat, dan kemudian nyaman satu sama lain. Pria yang bisa membuat saya tertawa dan menangis pada saat yang sama. Pria yang hanya dengan melihatnya diam saja saya sudah bisa tersenyum bahagia. Pria yang membuat saya berusaha untuk tidak menyakitinya sedikit pun baik dalam perkataan maupun perbuatan. Pria yang membuat saya gila. Pria yang membuat saya lebih keras lagi mengenal dan belajar mengenai sebuah pengendalian diri. Pria yang ..., ah masih banyak jika harus menguraikan satu persatu tentangnya. Lalu, disebut apakah saya?
Saya percaya bahwa Tuhan yang mengatur pertemuan kami, bahkan perkenalan kami, proses demi proses yang kami lalui. Kami jalani semua dengan air mata, dan semoga kelak berujung bahagia. Benar bukan bahwa hidup yang boleh kita jalani ini atas kuasaNya? Berarti juga tidak salah kan kalau saya bilang bahwa, pertemuan kami adalah kuasaNya. Bahkan ketika IA menjatuhi kami berdua dengan, cinta...
Saya percaya bahwa Tuhan lah yang mengirim dia untuk saya, entah dengan maksud apa. Itu yang sedang coba saya temukan jawabnya. Saat ini, saya sedang berjuang untuknya. Dengan segala cara yang satu persatu sudah mulai saya pikirkan masak-masak. Jika bicara tentang pengkhianatan, saya kemudian bertanya-tanya, saya berkhianat pada siapa jika IA adalah SATU. Jika IA adalah ESA?
Semoga apapun yang terjadi kelak, segalanya baik untuk kami berdua. Dan semoga apapun yang boleh kami putuskan, tentang sebuah pilihan tidak akan menyakiti pihak-pihak yang mengasihi kami. Jika pun ada karena orang bilang sakit itu konsekuensi dari pilihan atau ketegasan, semoga kami bisa meminimalisirnya.
Ya, saya pelaku LDR. Saya juga pelaku kisah cinta beda agama. Lalu, masalah?
Memang ini adalah pacaran yang susah untuk diperjuangkan, tapi susah bukan berarti tidak berhasil. Susah bukan berarti tidak bisa. Justru susah itulah yang membuat kami menghargai tiap proses yang dijalani. Justru susah itu membuat kami bersyukur. Susah itu yang membuat hal yang mudah menjadi tampak mudah. Susah itu yang membuat kami akan naik pada level selanjutnya. Berbahagialah ketika segalanya susah, itu artinya IA masih percaya pada anda bahwa anda akan bisa melalui semuanya, dan semua akan dijadikanNYA mudah saat anda bergantung padaNYA. ; )
Saya pelaku dua point tipe-tipe pacaran yang susah untuk diperjuangkan (by shitlicious). Bersyukurnya saya hanya pelaku dua point, bukan pelaku kelima point tersebut. Bisa repot nanti.. :p
Bersyukur pula saya tidak menganggap ini susah, saya menganggap ini lebih keren. Kenapa? Karena saat yang lain bisa lurus-lurus saja menjalankan mobilnya dengan jalanan yang "aman", saya justru diberi pengalaman untuk merasakan jalanan berbatu, jalanan yang memacu adrenalin, jalanan yang berkelok, jalanan yang menantang, jalanan yang "bercerita", dan jalanan yang tak terlupakan. Dan pada saatnya akan menuju pada sebuah jalan yang nyaman, aman, lurus, damai karena kataNYA kami sudah berhasil berjuang \o/. Pan ada peribahasa tuh "berakit2 ke hulu berenang2 ke tepian, bersakit2 dahulu bersenang2 kemudian."
Oh iya, agaknya Shitlicious lupa menambahkan satu point dalam tipe pacaran yang diutarakannya, yaitu : PACARAN BEDA STATUS, YANG SATU SINGLE YANG SATU SUDAH JANDA/DUDA. Itu pun susah dan berat lhoooo *pegangan tembok* *menghela nafas panjang*.
Padahal cinta atau hubungan, juga pribadi seseorang itu tidak bisa dilihat dari agamanya, jaraknya, statusnya, spesiesnya, jenis kelaminnya, keluarganya, sukunya, budayanya, rasnya, cara pupnya, cara makannya (misal pake kaki), cara mandinya, cara tidurnya (yok yang ngorok angkat tangaaan), cara ngupilnya, potongan rambutnya, dan masih banyak lainnya.
Jadi, kita tidak bisa dan tidak boleh ngejudge orang dengan "aah dia anaknya ini pasti orangnya kayak gitu kayak bapaknya/ibunya", atau seperti ini "aah dia agamanya ini pasti orangnya kayak si itu yang sukanya begini dan begitu". Aah, sedih ya padahal harusnya mengenal dulu baru bisa tahu pribadinya. Ya sekalipun buah itu jatuh tak jauh dari pohonnya (ini menyikapi tanggapan jika si A dikatakan mirip dengan si B yang adalah orang tuanya berhubungan dengan karakter). Tentunya si A, karena dia mengerti jika kelakuan si B tidak baik ya pasti gak bakal dicontoh laah..
apapun lah, sekian saja saya cuap-cuapnya.
sudah pusing awak sama tulisan kepanjangan kayak begini -__-
terlebih sama skripsi *langsung mual karena inget*
SEMOGA SAYA BISA MENJALANI HIDUP SAYA DENGAN BAIK. TUNTUN SAYA TUHAN, KARENA SAYA PERCAYA KEHENDAKMU YANG TERJADI DAN BUKAN KEHENDAK SAYA. LOVE YOU. piss love and gaul. salam kiss, muaaaaaahhh.. *titikduatandabintanglimakali* <- bibirnya monyong sampek bintangnya lima kali -,-
SEMANGAT YA SEMUANYAAAA!
Hingga saya sedikit protes pada Tuhan, dan terkesan marah padanya ketika akhirnya dia menganugerahkan sebuah rasa pada pria tersebut. Pria yang entah bagaimana kami bisa saling mengenal, dekat, dan kemudian nyaman satu sama lain. Pria yang bisa membuat saya tertawa dan menangis pada saat yang sama. Pria yang hanya dengan melihatnya diam saja saya sudah bisa tersenyum bahagia. Pria yang membuat saya berusaha untuk tidak menyakitinya sedikit pun baik dalam perkataan maupun perbuatan. Pria yang membuat saya gila. Pria yang membuat saya lebih keras lagi mengenal dan belajar mengenai sebuah pengendalian diri. Pria yang ..., ah masih banyak jika harus menguraikan satu persatu tentangnya. Lalu, disebut apakah saya?
Saya percaya bahwa Tuhan yang mengatur pertemuan kami, bahkan perkenalan kami, proses demi proses yang kami lalui. Kami jalani semua dengan air mata, dan semoga kelak berujung bahagia. Benar bukan bahwa hidup yang boleh kita jalani ini atas kuasaNya? Berarti juga tidak salah kan kalau saya bilang bahwa, pertemuan kami adalah kuasaNya. Bahkan ketika IA menjatuhi kami berdua dengan, cinta...
Saya percaya bahwa Tuhan lah yang mengirim dia untuk saya, entah dengan maksud apa. Itu yang sedang coba saya temukan jawabnya. Saat ini, saya sedang berjuang untuknya. Dengan segala cara yang satu persatu sudah mulai saya pikirkan masak-masak. Jika bicara tentang pengkhianatan, saya kemudian bertanya-tanya, saya berkhianat pada siapa jika IA adalah SATU. Jika IA adalah ESA?
Semoga apapun yang terjadi kelak, segalanya baik untuk kami berdua. Dan semoga apapun yang boleh kami putuskan, tentang sebuah pilihan tidak akan menyakiti pihak-pihak yang mengasihi kami. Jika pun ada karena orang bilang sakit itu konsekuensi dari pilihan atau ketegasan, semoga kami bisa meminimalisirnya.
Ya, saya pelaku LDR. Saya juga pelaku kisah cinta beda agama. Lalu, masalah?
Memang ini adalah pacaran yang susah untuk diperjuangkan, tapi susah bukan berarti tidak berhasil. Susah bukan berarti tidak bisa. Justru susah itulah yang membuat kami menghargai tiap proses yang dijalani. Justru susah itu membuat kami bersyukur. Susah itu yang membuat hal yang mudah menjadi tampak mudah. Susah itu yang membuat kami akan naik pada level selanjutnya. Berbahagialah ketika segalanya susah, itu artinya IA masih percaya pada anda bahwa anda akan bisa melalui semuanya, dan semua akan dijadikanNYA mudah saat anda bergantung padaNYA. ; )
Saya pelaku dua point tipe-tipe pacaran yang susah untuk diperjuangkan (by shitlicious). Bersyukurnya saya hanya pelaku dua point, bukan pelaku kelima point tersebut. Bisa repot nanti.. :p
Bersyukur pula saya tidak menganggap ini susah, saya menganggap ini lebih keren. Kenapa? Karena saat yang lain bisa lurus-lurus saja menjalankan mobilnya dengan jalanan yang "aman", saya justru diberi pengalaman untuk merasakan jalanan berbatu, jalanan yang memacu adrenalin, jalanan yang berkelok, jalanan yang menantang, jalanan yang "bercerita", dan jalanan yang tak terlupakan. Dan pada saatnya akan menuju pada sebuah jalan yang nyaman, aman, lurus, damai karena kataNYA kami sudah berhasil berjuang \o/. Pan ada peribahasa tuh "berakit2 ke hulu berenang2 ke tepian, bersakit2 dahulu bersenang2 kemudian."
Oh iya, agaknya Shitlicious lupa menambahkan satu point dalam tipe pacaran yang diutarakannya, yaitu : PACARAN BEDA STATUS, YANG SATU SINGLE YANG SATU SUDAH JANDA/DUDA. Itu pun susah dan berat lhoooo *pegangan tembok* *menghela nafas panjang*.
Padahal cinta atau hubungan, juga pribadi seseorang itu tidak bisa dilihat dari agamanya, jaraknya, statusnya, spesiesnya, jenis kelaminnya, keluarganya, sukunya, budayanya, rasnya, cara pupnya, cara makannya (misal pake kaki), cara mandinya, cara tidurnya (yok yang ngorok angkat tangaaan), cara ngupilnya, potongan rambutnya, dan masih banyak lainnya.
Jadi, kita tidak bisa dan tidak boleh ngejudge orang dengan "aah dia anaknya ini pasti orangnya kayak gitu kayak bapaknya/ibunya", atau seperti ini "aah dia agamanya ini pasti orangnya kayak si itu yang sukanya begini dan begitu". Aah, sedih ya padahal harusnya mengenal dulu baru bisa tahu pribadinya. Ya sekalipun buah itu jatuh tak jauh dari pohonnya (ini menyikapi tanggapan jika si A dikatakan mirip dengan si B yang adalah orang tuanya berhubungan dengan karakter). Tentunya si A, karena dia mengerti jika kelakuan si B tidak baik ya pasti gak bakal dicontoh laah..
apapun lah, sekian saja saya cuap-cuapnya.
sudah pusing awak sama tulisan kepanjangan kayak begini -__-
terlebih sama skripsi *langsung mual karena inget*
SEMOGA SAYA BISA MENJALANI HIDUP SAYA DENGAN BAIK. TUNTUN SAYA TUHAN, KARENA SAYA PERCAYA KEHENDAKMU YANG TERJADI DAN BUKAN KEHENDAK SAYA. LOVE YOU. piss love and gaul. salam kiss, muaaaaaahhh.. *titikduatandabintanglimakali* <- bibirnya monyong sampek bintangnya lima kali -,-
SEMANGAT YA SEMUANYAAAA!
0 komentar:
Posting Komentar